SUCCESS STORY


KISAH-KISAH SUKSES PENGUSAHA

1. Theresia Deka Putri (Pengusaha Kopi Luwak)

   Theresia Deka Putri, baru berumur 25 tahun sudah sukses berbisnis jual Kopi Luwak. Putri memulai berbisnis sejak dia masih Sekolah Menengah Pertama. Putri sudah mempunyai pabrik Kopi Luwak dan Kedai Kopi sendiri. Kopi Luwak tersebut sudah diproduksi sampai ke luar negeri.
 
   Awalnya Putri berbisnis dengan kesenangannya sendiri dan untuk menambah uang saku sendiri. Bukan hanya bisnis kopi yang sudah dijalani, Putri juga pernah menjual sendal, sepatu, dll.

   Merek dari Kopi Luwak Putri adalah Luwak Lanang. Putri melihat peluang usaha kopi tersebut dari warung-warung kopi pinggir jalan, dan menurut Putri di Indonesia banyak penikmat kopi. Awal mulanya Putri menjual kopi produk orang lain, namun sekarang sudah memasarkan produknya sendiri. Putri memasarkan dan menjual produk kopi tersebut langsung menjual keliling ke toko-toko atau warung-warung kopi dengan mengendarai motor.

   Saat itu, ia menaruh harap pada target pasar yang ia kejar yaitu para calon pembeli yang memiliki kantong tebal dan doyan kopi premium.

   Awalnya, Theresia Deka Putri mengkaji berbagai hal tentang kopi luwak; kemudian ia pelajari dan juga praktik langsung setelahnya. Theresia Deka Putri memulai usahanya melalui CV. Karya Semesta. Dan hingga saat ini perusahaanya telah memproduksi 3 merek kopi. Saat itu tahun 2008, theresia dan timnya membuat usaha pengolahan kopi sederhana. Sangat sederhana, bahkan proses penggilingannya saat itu dipercayakan pada tempat-tempat yang menawarkan jasa penggilingan.

   Pernah sekali waktu Theresia berfikir untuk memproduksi kopi sendiri, dan melepas supplyer-nya. Dia memiliki keinginan untuk punya kebun sendiri. Keinginan memiliki luwak sendiri juga ada. Dan kenyataanpun akhirnya mengantarkan Theresia Deka Putri untuk memiliki kebun sendiri.

   Kebun tersebut selebar empat hektar. Namun karena kebutuhan semakin meningkat, Theresia tak jadi melepaskan supplyer-nya. Theresia juga mengembangkan kemitraan dengan beberapa petani kopi di Bondowoso serta Malang. Selain karena kebutuhan permintaan kopi semakin meningkat, ia tetap menjual produk dari supliyer sebagai upaya untuk memberikan variasi produk pada konsumen.
Theresia pernah kuliah di jurusan Manajemen, tak heran jika manajemen pengelolaan bisnisnya begitu apik dan matang. Tak butuh waktu lama, hanya selang beberapa tahun setelah memproduksi serta menjual produk kopi luwak sendiri

   Namun setelah usahanya mulai berkembang, ia mulai membuat merk sendiri, yang bahkan memiliki identitas berbeda dengan kopi sejenis yang berbeda di pasaran. Kopi luwak yang dipasarkannya, khusus berasal dari hewan jantan, karena itu dinamakan Luwak Lanang. Luwak jantan dipilih karena menurutnya jenis ini memliki enzim yang lebih kuat sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang khas. Tak hanya satu, ia juga melakukan diversifikasi produk dengan meluncurkan kopi Lanang Landep yang berasal dari biji kopi berkeping tunggal (peaberry coffee), dan Gajah hitam dari bjii kopi berukuran besar.

   Kopi yang paling laris dijual adalah Kopi Luwak, sudah dipasarkan kebeberapa negara yaitu, Thailand, Korea, China, Jepang, Malaysia. Semua pengalaman dalam membangun bisnisnya ini, membuat Putri menarik sebuah pelajaran hidup yang berharga, yaitu terus berusaha meski masalah terus datang silih berganti. “Dalam hidup ini kita tidak bisa mengarahkan angin, tapi kita masih bisa mengarahkan layar,” ujarnya.


2. Nicholas Kurniawan (Eksportir Ikan Hias)

   Usianya baru 21 tahun, tetapi bisa membayar biaya kuliah dan membeli mobil sendiri. Itulah Nicholas Kurniawan, anak muda pengusaha ikan hias yang saat ini masih duduk di semester 7 STIE Prasetiya Mulya.

   Kalau menelusuri kisah hidupnya, mungkin akan terkesan sedikit ‘drama’. Nicholas sejak kecil mengamati bahwa keterbatasan finansial kerap menjadi sumber masalah di keluarganya. Orangtuanya dengan penghasilan terbatas berusaha keras membiayai sekolah Nicholas dan saudaranya. Situasi itu memaksanya berjualan sejak kelas 2 SD.

   Turning point hidup Nicho terjadi saat ia berusia 17 tahun, ketika duduk di kelas 2 SMA Kolese Kanisius. Seorang teman memberi Nicho sepaket ikan Garra Rufa yang biasa bermanfaat untuk terapi. Karena merasa tidak membutuhkan ikan tersebut, Nicho mencoba menjualnya di Forum Jual-Beli Kaskus. Saat itu ia belum familiar dengan kegiatan jual-beli online. Tanpa disangka, dalam waktu singkat banyak yang berminat membeli. Kejadian itulah yang bagi Nicho bagaikan “musim semi setelah musim dingin yang panjang”.


   Kita seringkali mendengar kisah pedagang sukses yang merasa perlu mengenyam pendidikan. Nicho punya pandangan sendiri mengenai ini. Walaupun Venus Aquatics telah memberikannya omset lebih ratusan juta rupiah per bulan, ia merasa harus lebih banyak mendalami konsep-konsep bisnis untuk mengembangkan bisnisnya lebih besar lagi. Bersama teman-temannya di kampus, Nicho sedang sibuk mengembangkan Synergy Entrepreneur Academy, suatu inisiasi yang memberikan workshop start-up business bagi siswa SMA. Ia juga merupakan salah satu inisiator Prasetiya Mulya Property Club, kegiatan mahasiswa yang mempelajari seluk-beluk bisnis properti.

   Ada satu prinsip yang selalu ia bawa selama menjalankan bisnisnya, yaitu perseverance atau kegigihan. Jika membaca kisah hidup Nicho di bukunya yang berjudul Die Hard Entrepreneur, ia bercerita tentang perjuangannya mengumpulkan 100 juta rupiah untuk biaya kuliah. Ia sempat ditipu oleh rekan bisnisnya dan kehilangan 30 juta rupiah. Ia hampir putus asa melanjutkan kuliah. Namun ternyata, dari kejadian tersebut, ia mendapat banyak order dari mantan customer rekan bisnisnya yang juga merasa ditipu. Sejak kejadian itu, Nicholas Kurniawan yang merupakan pemenang Wirausaha Muda Mandiri ini, semakin percaya bahwa when there is a will, there is a way.


3. Hamzah Izzulhaq (Pengusaha Bimbel)


   Hamzah sudah belajar berbisnis mulai usia dini pada waktu kelas 5 SD dengan menjual beberapa macam permainan seperti kelereng, petasan,dan berbagai macam permainan yang disukai anak-anak.Mulai beranjak dewasa pada waktu masuk jenjang SMA Hamzah mulai berbisnis dalam bidang pulsa dan buku - buku dengan melobi pamannya yang mempunyai Toko buku yang besar Hamzah mulai menjadi Distributor Buku dengan diskon 30% dari pamannya. Buku tersebut dijualkan kepada adik kelas dan kakak kelasnya dengan diskon 10% sehingga dia meraup keuntungan 20% setiap bukunya.

   Dari itu semua Hamzah mengantongi Rp 950 ribu. Uang jerih payah dari hasil penjualan pulsa dan keuntungan buku kemudian ditabungnya. Sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa di mana bagian operasional diserahkan kepada teman SMP-nya sementara Hamzah hanya menaruh modal saja. Sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering kali dipakai tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Voucher pulsa pun juga sering dikonsumsi secara pribadi. Dengan kerugian yang diterima, Hamzah akhirnya memutuskan untuk menutup usaha yang hanya berjalan selama kurang lebih 3 bulan itu.

   Hamzah tidak putus asa dan kembali lagi merenungi kesalahannya dan membaca biografi pengusaha-pengusaha besar tak lama kemudian ia berjualan snack-snack roti dan meraup keuntungan 5 jutaan dan setelah itu ia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise bimbel seharga 175 juta. Tetapi Hamzah tidak punya uang sebesar itu, kemudian dia harus pinjam dari ayahnya yang sebagai dosen, tetapi ayahnya hanya meminjami uang 70 juta yang semestinya untuk dibelikan mobil.

   Hamzah melobi untuk membayar 75 juta dulu sisanya yang 100 juta untuk dicicil. Di bisnis bimbel ini peruntungan Hamzah tiba. Seiring dengan lulusnya Hamzah dari SMA, Hamzah sudah memegang 3 lisensi franchise, jumlah siswa yang di atas 200 orang, omzet 360 juta per semester, dengan untung bersih 180 juta per semester.

   Merasa bisnis bimbelnya sudah mulai stabil dan bisa didelegasikan, Hamzah melirik bisnis sofabed. Sebuah perusahaan sofabed yang sudah jalan tiga bulan dia beli dan dia kembangkan. Perkembangannya yang cukup pesat membuat Hamzah bisa mengantongi omzet 160 juta per bulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar